Kamis, 06 September 2012

Pengumuman Hasil PLPG Kemendikbud 2012 Sampang







Minggu, 02 September 2012

Bagaimana Kronologi Syiah Masuk Sampang?


TEMPO.COSurabaya - Konflik Sunni-Syiah di Sampang, Madura, telah terjadi sejak 2004. Konflik ini berujung pada tindak kekerasan yang terus berulang. Dan terakhir pada Ahad, 26 Agustus 2012, terjadi pembakaran 37 rumah pengikut Syiah, pelemparan batu, dan perkelahian hingga mengakibatkan satu korban tewas dan belasan luka-luka.


Syiah di Pulau Garam ini adalah kelompok Islam minoritas. Lalu bagaimana aliran ini bisa masuk, hidup, dan berkembang di tengah masyarakat Madura yang berjumlah 3,62 juta jiwa (versi BPS 2010), yang hampir seluruhnya adalah mayoritas Islam Sunni yang fanatik? Berikut ini hasil riset koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras) Jawa Timur, Andy Irfan, yang dituturkan kepadaTempo pada Sabtu, 1 September 2012.



Awal 1980-an 
Kiai Makmun, seorang ulama yang awalnya Sunni di Nangkernang, Desa Karang Gayam, Sampang, mendapat kabar dari sahabatnya di Iran mengenai revolusi Iran. Keberhasilan kaum ulama Iran yang dipimpin Ayatollah Ali Khomeini menumbangkan Syah Iran Reza Pahlevi (sebuah rezim yang dianggap monarki) menjadi sumber inspirasi bagi Kiai Makmun.



Karena mayoritas ulama dan kaum muslim di wilayah Madura adalah pengikut Islam Sunni yang fanatik, Makmun mempelajari Syiah secara diam-diam dengan membaca buku-buku yang dikirim sahabatnya dari Iran.



1983
Ketertarikannya ini membuat Makmun mengirim tiga anak laki-lakinya, yaitu Iklil al Milal yang saat ini berusia 42 tahun; Tajul Muluk (40); Roisul Hukama (36); dan putrinya, Ummi Hani (32) ke Yayasan Pesantren Islam (YAPI) di Bangil, Pasuruan. YAPI dikenal sebagai pesantren yang cenderung pada mazhab Syiah.



1991 
Selepas lulus SMP YAPI, Tajul Muluk kembali ke Sampang. 



1993 
Tajul berangkat ke Arab Saudi untuk belajar di Pondok Pesantren Sayyid Muhammad Al-Maliki. Karena terkendala biaya, sekolahnya berhenti di tengah jalan. Meski demikian, Tajul Muluk yang bernama asli Ali Murtadha ini tetap bertahan di Arab dengan bekerja.



1999 
Tajul Muluk pulang dari Arab dan kembali menetap di Karang Gayam, Sampang. Keluarga Makmun dan masyarakat setempat menyambutnya dengan gembira.



2004 
Sejumlah warga desa yang juga murid Kiai Makmun mewakafkan sebidang tanah untuk mengembangkan pesantren beraliran Syiah. Pesantren kecil ini diberi nama Misbahul Huda. Ustad atau guru yang mengajar di pesantren ini adalah Tajul Muluk bersama semua saudara-saudaranya sesama alumni YAPI.



Berbeda dengan sang ayah, Tajul Muluk mengajar dan berdakwah ajaran Syiah secara terbuka dan terang-terangan. Sikap Tajul yang egaliter, supel, ringan tangan, cekatan, dan tidak bersedia menerima imbalan setiap ceramah membuat Tajul menjadi kiai muda yang dihormati di Karang Gayam.



Dalam waktu yang tidak lama, hanya sekitar tiga tahun, ratusan warga di Desa Karang Gayam dan di Blu’uren (desa tetangga) telah menjadi pengikut Syiah dan murid Tajul yang setia.



Awal 2004 
Perkembangan dakwah Tajul menyebarkan Syiah akhirnya mendapat respons dari para ulama setempat. Di antaranya Ali Karrar Shinhaji (masih kerabat dekat dari ayah Tajul, Kiai Makmun), pemimpin Pondok Pesantren Darut Tauhid, di Desa Lenteng, Kecamatan Proppo, Pamekasan. Dalam sebuah pertemuan dengan Tajul dan saudara-saudaranya, Karrar sangat berkeberatan dan tidak menyetujui aktivitas dakwah Tajul Muluk yang mengajarkan Syiah. Baginya, Syiah adalah mazhab dalam Islam yang salah dan sesat.



Tak hanya Karrar, para ulama lain di Sampang juga bersikap sama: keberatan dengan aktivitas Tajul. Saat itu, mereka tidak terbuka menentang dakwah Tajul Muluk karena masih menaruh rasa hormat terhadap ayah Tajul, Kiai Makmun.



Juni 2004 
Kiai Makmun meninggal setelah sakit. Setelah ia meninggal, para ulama setempat menentang keras penyebaran Syiah yang dilakukan anak-anak Kiai Makmun. Intimidasi dan kekerasan terhadap komunitas minoritas Syiah Sampang yang dianggap sesat mulai kerap terjadi sejak saat itu. 



DINI MAWUNTYAS


Rusuh Sampang, Siapakah Roisul Hukama?


TEMPO.COSampang -- Sepekan terakhir, nama Roisul Hukama jadi beken. Tapi bukan karena lelaki yang akrab disapa Rois ini berprestasi. Melainkan karena lelaki kelahiran 1977 ini ditetapkan sebagai tersangka kasus kerusuhan Sunni-Syiah di Sampang, Ahad pekan lalu. 


Polisi menyebut Rois sebagai otak rusuh Sampang yang menewaskan seorang warga Syiah dan terbakarnya 37 rumah komunitas Syiah di Dusun Nangkernang, Desa Karang Gayam.



Tempo pernah menemui Roisul Hukama di rumahnya, di Dusun Nangkernang, Oktober 2011 lalu. Rumahnya tembok sederhana, langgarnya luas terbuat dari kayu. Di samping langgar, ada tiga ruang pemondokan lengkap dengan kamar mandi yang atap gentingnya mulai rusak. 



Perawakan Rois kecil, penampilannya necis, gaya bicaranya santun, dan ia mudah akrab. Tempo sempat salat berjemaah bersama di langgarnya. Selepas salat, dia menunjukkan dua kertas berisi print out berita Temposoal pernyataan Tajul Muluk bahwa dirinya adalah penyebab kisruh di Nangkernang. "Itu semua tidak benar," kata Rois kala itu.



Sebaliknya, Rois menuding gaya berdakwah kakaknya terlalu keras. Hal itu membuat banyak warga Nangkernang yang suami-istri bercerai atau ayah dan anak berselisih karena dalam satu rumah ada yang menganut Syiah dan Sunni. "Karena ikut kakak saya, anak jadi tidak hormat pada orang tua, resahlah masyarakat," ujarnya.



Samsuddin, warga Sunni di Nangkernang yang ditemui Tempo waktu itu, membenarkan bahwa mereka resah dengan kehadiran Syiah. "Kiai Tajul tidak seperti bapaknya, Kiai Makmun, yang baik," katanya.



Samsuddin menyebutkan beberapa kesesatan ajaran Tajul, misalnya salat lima waktu bisa dijadikan satu atau penganut Syiah boleh bertukar istri. "Saya tahu dari ceramah Kiai Rois, dulu kan dia sempat jadi Syiah juga," katanya.



Roisul Hukama awalnya memang seorang Syiah. Pada 1992, bersama kakaknya, Tajul Muluk, dia nyantri di pesantren YAPI Bangil, Pasuruan. Namun pendidikannya tidak tamat karena K.H. Ali Karrar, pemimpin Pesantren Darul Tauhid, Pamekasan, memprotes keponakannya nyantri di pesantren beraliran Syiah. 



Pada 1998, Tajul melanjutkan sekolah ke Mekah sambil bekerja serabutan. Sedangkan Rois kembali ke Nangkernang membina masyarakat. 



Di Sampang, sosok Rois tidak terlalu masyhur. Tapi, di Kecamatan Omben dan Karang Penang, khususnya Desa Karang Gayam, Blu''uran, dan Tlambah, namanya sangat disegani. 



Ketua MUI Sampang K.H. Bukhori Maksum menilai Kiai Rois adalah sosok yang baik dan ramah. Namun dia mengaku hanya dua kali bertemu Rois dan mendengar ceramahnya. "Tidak ada yang provokatif," katanya.



Ketua Majelis Syuro NU Sampang K.H. Solehuddin mengakui hanya tahu nama Rois tapi tak mengenalnya secara pribadi. "Saya tidak terlalu kenal beliau," katanya.



Namun, di kalangan penganut Syiah Sampang, Kiai Rois dikenal sebagai kiai blater, artinya kumpul sama yang alim bisa, sama preman juga bisa. "Saya pernah diminta pindah dari Syiah ke Sunni oleh Kiai Rois," kata Abdul Wafi, 60 tahun.



Wafi yang mengaku tahu Rois sejak kecil karena rumahnya bertetangga menilai Rois adalah sosok keras dan jago silat. "Siapa yang cari gara-gara, diajak carok sama Kiai Rois," katanya. 

MUSTHOFA BISRI

Jumat, 31 Agustus 2012

Polisi Akui Kerusuhan Syiah Sampang Direncanakan



TEMPO.COSurabaya - Polisi membenarkan jika kerusuhan di Sampang, Madura, Jawa Timur telah direncanakan sejak lama. Bukti ini ditemukan dari olah tempat kejadian perkara ternyata rumah warga yang terbakar tidak hanya di satu titik, melainkan tersebar di 20 titik.

"Kalau spontan ya yang terbakar cuma satu, ini kan menyebar di beberapa titik dan lokasi. Rumah yang dibakar kelihatannya sudah digambar sebelumnya," kata Kepala Sub Bidang Penerangan Masyarakat, Kepolisian Daerah Jawa Timur, Komisaris Besar Polisi Hartoyo, Jumat, 31 Agustus 2012.

Rumah warga yang terbakar memang tersebar di dua dusun, yaitu Nankernang dan Gading Laok. Jarak antar rumah memang berjauhan di dalam areal persawahan di dua dusun itu. Polisi juga sudah menetapkan Roisul Hukama, yang diduga sebagai perencana dari kerusuhan ini.

Rois, menurut Hartoyo, dijerat dengan pasal berlapis, yaitu pasal 338 KUHP tentang pembunuhan, pasal 354 KUHP penganiayaan, pasal 170 KUHP pengeroyokan dan perusakan, junto pasal 55 dan 56 KUHP yang berisi turut serta membantu melakukan kejahatan dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara.

Sayang, dengan alasan masih dalam proses penyelidikan dan penyidikan, Hartoyo enggan merinci temuan polisi terkait kerusuhan berdarah Sampang yang terjadi pada Ahad pagi, 26 Agustus lalu itu.

Dengan alasan kehati-hatian, polisi hingga kini belum berhasil menambah jumlah tersangka. Dari delapan orang yang sudah diamankan, polisi baru menetapkan Rois sebagai tersangka. "Kan ada waktu 60 hari, tambah 20 hari, bagi kami untuk melakukan penyelidikan kasus ini," ujar dia.

FATKHURROHMAN TAUFIQ

Senin, 27 Agustus 2012

Tragedi Syiah Sampang






Liputan6.com, Jakarta: Menteri Agama Suryadharma Ali mengutuk kerusuhan dan tindak kekerasan yang terjadi di Sampang, Madura, Jawa Timur.

Pernyataan ini disampaikan menyikapi terjadinya kerusuhan dan tindak kekerasan yang dilakukan terhadap sekelompok santri pengikut Syiah di Dusun Nangkernang, Desa Karanggayam, Omben, Kabupaten Sampang Madura, Ahad (26/8).

"Tindak kekerasan atas nama apapun, te

rmasuk atas nama agama atau perbedaan aliran keagamaan, tidak dapat dibenarkan," tegas Menag di Jakarta, Senin (27/8).

Suryadharma Ali menegaskan agama mengajarkan kedamaian, dan tidak mengajarkan kekerasan. Perbedaan pendapat dalam beragama memang ada, termasuk perbedaan pandangan antara mazhab Syiah dan Sunni. Namun, hal itu tidak dapat dijadikan alasan untuk melakukan tindak kekerasan.

"Setiap persoalan yang muncul karena adanya perbedaan pandangan agar diselesaikan lewat dialog yang konstruktif dan penuh persaudaraan," ujar Menag.

Masalah di Sampang, Madura, harus diselesaikan melalui dialog. Untuk itu, Menag meminta kantor wilayah Kementerian Agama setempat dapat memfasilitasi dialog tersebut.

Menag mengimbau semua pihak agar senantiasa mengedepankan sifat toleransi dan prinsip persaudaraan antar sesama agama (ukhuwwah Islamiyah), persaudaraan sebangsa (ukhuwwah wathaniyyah), serta persaudaraan sesama manusia (ukhuwwah basyariyah).

Terhadap pelaku tindak kekerasan, Menag meminta kepada aparat keamanan untuk menindak tegas. Siapa pun yang terlibat, harus ditindak sesuai hukum yang berlaku. "Prinsip dasarnya, kekerasan atas nama apa pun dan dengan dalih apa pun, tidak dapat dibenarkan," tutup Menag.

Seperti diketahui, bentrokan di Sampang terjadi akibat konflik antarpenganut aliran keagamaan warga Desa Karang Gayam dan Desa Bluuran, Sampang, Jawa Timur. Kedua warga yang berbeda aliran keagamaan itu bentrok menggunakan senjata tajam. Seorang warga dilaporkan meninggal setelah diamuk massa, sementara puluhan warga lain luka-luka terkena senjata tajam. (ANT/MEL)






Liputan6.com, Sampang: Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyesalkan terjadinya tragedi di Sampang, Madura, Minggu kemarin.

Presiden menilai tragedi ini sebagai akibat penanganan masalah yang tidak tuntas sejak Desember tahun lalu. Presiden kecewa dengan buruknya kinerja intelejen Polri dan TNI di wilayah tersebut, yang dinilai tidak bisa mengantisipasi potensi konflik.

SBY menginstruksikan men

jadi kewajiban bagi jajaran pemerintah daerah melakukan antisipasi yang riil, sehingga tidak terlambat melakukan respons.

Yudhoyono menginginkan masalah yang terjadi di Sampang segera bisa diatasi dan dicarikan solusinya. SBY menginginkan tidak pernah ada lagi kejadian terulang berupa peristiwa kekerasan yang terjadi di Sampang.

SBY mencatat kekerasan yang terjadi di Sampang merupakan kedua kalinya dalam satu tahun terakhir, setelah pada bulan Desember 2011 dan kemudian Agustus 2012







Liputan6.com, Jakarta: Sedikitnya tujuh orang diperiksa terkait bentrokan antar kelompok masyarakat di Desa Karang Gayam Kecamatan Omben Kabupaten Sampang, Madura.

Karo Penmas Mabes Polri Brigjen Boy Rafli Amar mengatakan, tujuh orang itu diduga sementara sebagai pemicu terjadinya kerusuhan tersebut. "Diperiksa di Polres Sampang, diduga keterkaitannya dengan peristiwa yang terjadi. Statusnya belu

m mengetahui karena pemeriksaan masih berlangsung," ujarnya di Jakarta, Senin (27/8).

Boy menjelaskan, bentrokan dua kelompok yang terjadi pada Ahad (26/8) siang mengakibatkan dua orang tewas. Yakni atas nama Hamamah (50) meninggal di tempat kejadian, dan Mat huse (48) yang meninggal di rumah sakit. Sementara terdapat tujuh orang terluka, salah satunya Kapolsek Omben AKP Aris yang menderita luka di bagian kepala dan pelipis kanan karena terkena lemparan batu saat berusaha melerai bentrokan.

Menurut Boy, kerugian materil akibat bentrokan itu yakni terbakarnya 15 rumah warga. Sebanyak 14 rumah yang terbakar milik pengikut Kyai Tajul Muluk, dan satu rumah milik pengikut Kyai M. Rois. "Kami masih mendalami latar belakang terjadinya bentrok dengan memeriksa sejumlah saksi," tegas Boy.(MEL)







Liputan6.com, Jakarta: Menurut mantan Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Usman Hamid meminta kepolisian meminta maaf. Sebab, polisi dinilai gagal mencegah jatuhnya korban dari kelompok Syiah yang tewas akibat bentrokan di Sampang, Madura, Jawa Timur, kemarin.

"Kepolisian harus menyatakan maaf atas nama institusi negara. Kemudian menunjukkan sikap rasa bert

anggung jawab dengan segera menangkap pimpinan penyerang, disusul penyerta penyerangan," ujar Usman di Kantor Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (27/8).

Menurut Usman yang merupakan aktivis Change.org, pihak kepolisian sudah mengetahui rencana penyerangan tersebut, tapi tidak segera bertindak sigap. Menurut Usman, parade amuk dan amarah atas nama kebenaran sepihak berdalih tafsir agama, kembali dibiarkan. "Ini sudah kejahatan by mission."

Usman menilai pula, aparat kepolisian telah melakukan pembiaran kejahatan yang terjadi di depan mata. Apalagi, polisi terkesan tidak mau dan tak mampu mengambil posisi yang semestinya sebagai pihak yang netral.

Menurut Usman, bentrokan terjadi secara sistematik. Bahkan, serangan telah direncanakan jauh hari sebelum Lebaran tiba. "Isu penyerangan sudah terdengar di wilayah Karang Gayam."

Lantaran itulah, imbuh Usman, dengan alasan apa pun penyerangan tersebut tidak layak dibenarkan. Terlebih, kekerasan disertai pembakaran dan pembantaian berdarah. Hal ini, masih menurut Usman, sekali lagi menunjukkan bahwa negara sebagai pengayom dan pelindung setiap warga negara, berperan sangat minimal bahkan nyaris tak berfungsi.(ANS)







Liputan6.com, Jakarta: Aktivis Change.org, Usman Hamid menjelaskan kronologi bentrokan antara penganut Syiah dan Sunni di Dusun Nangkernang, Sampang, Madura, Jawa Timur, kemarin.

Mantan Koordinator Komisi untuk Orang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) ini menjelaskan, hasil laporan yang diterima pihaknya, peristiwa di dusun yang terletak di Desa Karanggayam, Kecamatan Omben, bermula ketika sek


itar 20 orang tua mengantar anak-anak mereka kembali menimba ilmu di Yayasan Pondok Pesantren Islam (YAPI), Bangil, Pasuruan, Jawa Timur.

"Mengingat liburan Lebaran kemarin, anak-anak tersebut pulang ke kampung mereka," ujar Usman di Kantor Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (27/8).


Pada pukul 11.00 WIB, imbuh Usman, sebelum keluar dari gerbang desa, rombongan pengantar tersebut dihadang massa sekitar 500 orang. Massa melengkapi diri dengan celurit, parang, serta benda tajam lainnya.


Berdasarkan keterangan salah seorang jemaah Syiah yang enggan menyebutkan namanya, Usman menjelaskan, pelaku penyerangan merupakan orang suruhan RAH. "Massa menyerang jemaah Syiah Sampang menggunakan senjata tajam."


Rombongan yang terdiri dari anak-anak dan sejumlah perempuan, masih menurut Usman, sontak berlarian menyelamatkan diri. Mereka kembali ke dalam rumah masing-masing untuk bersembunyi.


Massa kemudian meluruk sampai ke rumah-rumah jemaah Syiah dan mulai membakar sejumlah rumah milik jamaah Syiah, yaitu rumah ustaz Tajul Muluk, Muhammad Khosim alias Hamamah, dan Halimah. Korban pun berjatuhan, salah satu anggota jemaah Syiah, Muhammad Hasyim alias Hamamah (45) meninggal dunia dan satu lagi atas nama Tohir (40) kritis.


"Keduanya dianiaya ketika berniat menyelamatkan anak-anak dari rumah yang terbakar. Thohir dan Hamamah mengalami luka bacok cukup parah di bagian tubuhnya," tuturnya.


Meski penyerangan terjadi pukul 11.00 WIB, Usman mengungkapkan, hingga malam hari polisi tak melakukan pencegahan dan penyelamatan secara serius. "Saat penyerangan terjadi, sejumlah polisi memang berada di lokasi, tetapi tidak berbuat apa-apa. Mereka terlihat hanya duduk-duduk di sekitar lokasi," ujarnya.


Polisi, masih menurut Usman, baru mengevakuasi jemaah Syiah pada pukul 18.30 WIB ke Gelanggang Olahraga Sampang. Berdasarkan keterangan orang tua ustaz Tajul Muluk, tidak semua jemaah Syiah berhasil dievakuasi karena sebagian mereka masih bersembunyi dan keberadaannya belum diketahui.


"Ada yang lari ke gunung, sebagian memilih bersembunyi di tempat keluarga di luar Karanggayam. Hingga pukul 21.00 WIB ada 176 pengikut Syiah yang berhasil dievakuasi ke GOR Sampang," katanya.


Evakuasi tersebut, jelas Usman, terdiri atas 51 laki-laki, 56 perempuan, 36 anak-anak, sembilan balita (anak berusia di bawah lima tahun, dan tiga manula (manusia lanjut usia). Masih ada empat orang yang ada di RSUD Sampang. "Korban pun masih bisa bertambah mengingat belum semua jemaah Syiah diketahui keberadaanya," katanya.


Ia juga menjelaskan, penyerangan ini dilakukan saat komunitas Syiah tidak memiliki pemimpin. Hal ini karena ustaz Tajul Muluk sendiri sudah diputus dua tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Sampang. Selain itu, penyerangan dilakukan di depan sejumlah anak, sehingga menimbulkan trauma pada anak dan perempuan.(ANS)